Goa Jatijajar adalah Goa Alam yang terletak di
desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Goa ini terbentuk dari batu
kapur dan telah diketemukan pada tahun 1802 oleh seorang petani yang memiliki
tanah diatas Goa tersebut yang Bernama "Jayamenawi". Pada suatu
ketika Jayamenawi sedang mengambil rumput, kemudian jatuh kesebuah lobang,
ternyata lobang itu adalah sebuah lobang ventilasi yang ada di langit-langit
Goa tersebut. Lobang ini mempunyai garis tengah 4 meter dan tinggi dari tanah
yang berada dibawahnya 24 meter.
Soal asal muasal Goa Jatijajar memang tidak
banyak orang yang mengetahui secara persis, ada dua versi mengenai asal usul
Goa Jatijajar.
Pertama, setelah Jayamenawi menemukan gua, tak
lama kemudian Bupati Ambal, salah satu penguasa Kebumen waktu itu, meninjau
lokasi tersebut. Saat mendatangi goa, dia menjumpai dua pohon jati tumbuh
berdampingan dan sejajar pada tepi mulut gua. Dari kisah itu lalu ditemukan
istilah Jatijajar, dari kata jati yang sejajar.
Versi kedua, saat Kamandaka dikejar-kejar,
dari dalam gua ia menyebutkan jati dirinya. Ia mengaku sebagai putra mahkota
Pajajaran. Dari kisah itu muncul kata sejatine (sebenarnya) dan Pejajaran. Nama
Gua Jatijajar lalu terkenal hingga saat ini
.
Dari sejumlah tempat wisata di Kabupaten
Kebumen, Goa Jatijajar masih menjadi primadona. Terletak 21 km sebelah barat
daya Kecamatan Gombong setiap tahun ramai dikunjungi pengunjung terutama saat
liburan sekolah atau hari raya Lebaran. Pengunjung yang datang tak selalu dari
masyarakat di sekitar Kebumen. Mereka ada pula yang datang dari kota-kota besar
di Indonesia, yang tujuannya ingin mengetahui pesona alam di dalam perut bumi.
Goa Jatijajar berada di kaki pegunungan kapur
yang memanjang dari utara dan ujungnya di selatan menjorok ke laut berupa
sebuah tanjung. Objek wisata ini sungguh sangat menarik. Sebagaimana umumnya
objek wisata lain di Indonesia, yang hampir selalu menyimpan legenda, Goa
Jatijajar pun tak terkecuali.
Menurut cerita rakyat, Goa Jatijajar ini pada jaman dahulu
merupakan tempat bersemedi Raden Kamandaka, yang kemudian mendapat wangsit.
Cerita Raden Kamandaka ini kemudian dikenal dengan legenda Lutung
Kasarung.
Visualisasi dari legenda tersebut dapat kita
lihat dalam diorama yang ada di dalam goa. Ketika masuk ke dalam ada rasa
degdegan. Betapa tidak! Karena merasa seperti masuk ke dalam mulut binatang
purba Dinosaurus yang gelap dan lembab. Namun rasa cemas itu segera sirna,
sebab ruangan diterangi oleh lampu listrik dari ujung ke ujung. Meski mulut goa
cukup lebar, namun ruang perut dinosaurus lebih lebar lagi. Pada langit-langit
terdapat sebuah lubang sebagai ventilasi. Di tengah-tengah terdapat kursi
melingkar tempat duduk pengunjung sambil menikmati indahnya ornamen stalagtit
dan stalagnit serta diorama legenda Lutung Kasarung.
Banyak keistimewaan yang ditawarkan dari obyek wisata Gua Jatijajar. Di dalam goa terdapat sungai bawah tanah yang masih aktif. Ada juga dua sendang, yakni Sendang Kantil dan Sendang Mawar. Di dua sendang yang bisa didekati pengunjung itu masih dipercayai, yang mau membasuh muka dengan air sendang bisa awet muda.
Aliran
Sungai di Dalam Goa Jatijajar
|
Aliran air dari Sendang Mawar melewati lubang
sempit hingga tembus luar goa. Namun pada dasar Sendang Kantil dijumpai lubang
sempit memanjang, sehingga menelusuri goa itu harus melalui penyelaman. Masih
ada lagi dua sendang, yakni Sendang Jombor dan Puserbumi. Kedua sendang ini
dikeramatkan. Hanya dengan izin pengelola, lorong goa itu boleh dilalui. Orang
tertentu yang punya keinginan, dengan menaruh sesaji di sendang itu, konon akan
dikabulkan doanya.
Melihat
potensi yang luar biasa maka pada tahun 1975 Gubernur Jawa Tengah waktu itu
yaitu Bapak. Suparjo Rustam, Goa Jatijajar mulai dibangun dan dikembangkan
menjadi Objek Wisata Budaya, sebagai pelaksananya ditunjuk langsung seorang
seniman Deorama yang terkenal di Indonesia pada masa itu yang bernama Bapak
Saptoto.
Pemda
Kebumen membebaskan lahan penduduk setempat seluas 5,5 ha, dengan mengganti
rugi tanah penduduk yang terkena lokasi pembangunan Objek Wisata Goa Jatijajar.
Setelah selesai proses pembangunan Goa Jatijajar, pengelolaan Objek Wisata
tersebut diserahkan kepada Pemda Kebumen.
Objek
Wisata Goa Jatijajar sangat identik dengan Objek Wisata Budaya, karena Goa
Jatijajar ada hubungannya dengan sebuah cerita legenda Raden Kamandaka seorang
putera makhkota Kerajaan Pajajaran yang bernama asli Banyak Cokro atau Banyak
Cakra, yang lebih terkenal sebuah cerita legenda Lutung Kasarung.
Cerita “Lutung
Kasarung” Di balik Goa JatiJajar
.
.
Lutung Kasarung adalah sebuah legenda masyarakat Jawa Barat
yang cukup terkenal. Pada jaman dahulu kala di daerah Jawa Barat terdapat sebuah
Kerajaan Hindu yang besar dan cukup kuat, yang berpusat di Kota Bogor sekarang
ini. Kerajaan Itu adalah kerajaan Pajajaran, Tetapi cerita
Lutung Kasarung sendiri lebih banyak terjadi di daerah Banyumas. Jawa
Tengah Pada saat itu Raja yang memerintah di Kerajaan Pajajaran adalah
Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi sudah lanjut usia saat Itu dan bermaksud untuk
mengangkat Putra Mahkotanya untuk menggantikannya sebagai Prabu di Pajajaran.
Diorama
yang menceritakan Kisah Lutung Kasarung
|
Prabu
Siliwangi mempunyai tiga Orang Putra dan Satu Orang Putri, ke-3 Putera dan
Seorang Puteri ini dia peroleh dari dua Orang Permaisurinya. Dari permaisuri
yang pertama Ia mendapatkan dua Orang putra yaitu Banyak Cotro dan Banyak
Ngampar. Namun sewaktu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar masih kecil Ibunya telah
meninggal.
Sepeninggal
isteri pertamanya, maka Prabu Siliwangi akhirnya menikah lagi dengan permaisuri
yang kedua, yaitu Dewi Kumudaningsih. Pada waktu Dewi Kumudangingsih diambil
menjadi
permaisuri
oleh Prabu Siliwangi, Ia mengadakan sebuah perjanjian, bahwa jika kelak Ia
mempunyai putra dari Dewi Kumudaningsih, maka putranyalah yang harus
menggantikannya menjadi raja di Pajajaran. Dari perkawinannya dengan Dewi
Kumudaningsih, Prabu Siliwangi mempunyai seorang putra dan seorang putri, yaitu
Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.
Suatu hari Prabu Siliwangi memanggil putra
mahkotanya Banyak Cotro dan Banyak Blabur untuk menghadap, maksudnya ialah
Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya untuk menggantikan menjadi Raja di Pajajaran
karena beliau sudah lajut usia. Namun dari kedua putra mahkotanya belum ada
satupun yang mau diangkat menjadi Raja di Pajajaran. Sebagai putra sulungnya
Banyak Cotro mengajukan beberapa alasan, antara lain alasannya adalah: untuk
memerintah di Kerajaan Pajajaran Dia belum siap, karena belum cukup ilmu. Untuk
memerintah
di Kerajaan seorang Raja harus ada Permaisuri yang mendampinginya, sedangkan Banyak Cotro belum menikah. Banyak Cotro mengatakan bahwa Dia baru akan menikah kalau sudah bertemu dengan seorang Putri yang parasnya mirip dengan paras mendiang Ibunya. Oleh sebab itu Banyak Cotro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari Putri yang menjadi idamannya.
Kepergian
Banyak Cotro dari Kerajaan Pajajaran melalui Gunung Tangkuban Perahu adalah
untuk menghadap seorang Pendeta yang menjadi pertapa yang berdiam di sana.
Pendeta itu tidak lain adalah Ki Ajar Winarong, seorang pendeta sakti yang tahu
bagaimana agar keinginan Banyak Cotro mempersunting putri yang di
idam-idamkannya dapat tercapai.
Setelah
berhasil bertemu dengan Ki Ajar Winarong, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh Banyak Cotro. Yaitu dia harus rela melepas dan menanggalkan semua
pakaian kebesaran dari kerajaan dan hanya memakai pakaian rakyat biasa. Dan Ia
juga harus menyamar dengan nama samaran Arya Kamandaka. Karena keinginannya
yang sangat kuat agar mampu mempersunting seorang isteri yang memiliki wajah
semirip mendiang Ibunya, maka semua itu Ia jalani dengan senang hati.
Arya
Kamandaka mulai berjalan selama berhari-hari dari Tangkuban Perahu
menyusuri ke arah timur hingga sampailah Arya Kamandaka di wilayah Kadipaten
Pasir Luhur. Secara kebetulan ketika Arya Kamandaka sampai di wilayah Kadipaten
Pasir Luhur, Arya Kamandaka betemu dengan Patih di Kadipaten Pasir Luhur itu
yang bernama Patih Reksonoto. Karena Patih Reksonoto sudah tua ditambah lagi
dia tidak mempunyai anak, maka Arya Kamandaka akhirnya dijadikan anak angkat
oleh Patih Reksonoto. Patih Reksonoto sangat mencintainya merasa sangat bangga
dan senang hatinya mempunyai putra angkat Arya Kamandaka yang gagah dan tampan.
Adapun
waktu itu yang memerintah di Kadipaten Pasir Luhur adalah Adipati Kanandoho.
Adipati Kanandoho mempunyai beberapa orang putri yang kesemuanya sudah bersuami
terkecuali puterinya yang bungsu yaitu Dewi Ciptoroso. Ketika Arya Kamandaka
melihat Dewi Ciptoroso, putri Adipati Kanandoho yang mempunyai wajah sangat
mirip dengan mendiang Ibu dari Arya Kamandaka. Segeralah Arya Kamandaka
tersadar bahwa dia telah menemukan apa yang dicarinya selama Ini.
Adalah
suatu kebiasaan tahunan dari Kadipaten Pasir Luhur, bahwa setiap tahun di
Kadipaten Pasir Luhur selalu diadakan upacara menangkap ikan di Sungai Logawa.
Dalam upacara ini, semua anggota keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta seluruh
pembesar dan pejabat pemerintah di Kadipaten Pasir Luhur turut menangkap ikan
di Kali Logawa.
Pada waktu Patih Reksonoto pergi mengikuti
upacara menangkap ikan di Kali Logawa, tanpa diketahui oleh sang patih, Arya
Kamandaka secara diam-diam mengikutinya dari belakang. pada kesempatan inilah
Arya Kamandaka dapat bertemu langsung dengan Dewi Ciptoroso dan bak gayung
bersambut mereka berdua saling jatuh cinta. Dewi Ciptoroso meminta agar Arya
Kamandaka pada malam harinya datang untuk menjumpai Dewi Ciptoroso di taman
kaputren kadipaten Pasir Luhur tempat Dewi Ciptoroso berada. Pada malam harinya
Arya Kamandaka dengan diam-diam tanpa seijin dan sepengetahuan Patih Reksonoto
pergi menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah menanti kedatangan Arya Kamandaka.
Keberadaan
Arya Kamandaka di taman kaputren Kadipaten Pasir Luhur bersama Dewi Ciptoroso,
ternyata diketahui oleh para prajurit kadipaten, hal ini kemudian dilaporkan
oleh kepala pasukan kepada Adipatih Kandandoho. Adipatih sangat marah dan
memerintahkan prajuritnya untuk menangkap penyusup tersebut. Namun karena
kesaktian yang dimiliki oleh Arya Kamandaka, maka Arya Kamandaka dapat
meloloskan diri dari kepungan prajurit Kadipaten Pasir Luhur. Sebelum Arya
Kamandaka meloloskan diri dari taman kaputren, Ia masih sempat mengatakan
identitasnya. Bahwa Ia adalah anak angkat Patih Reksonoto yang bernama Arya
Kamandaka.
Berita
tentang pengakuan ini dilaporkan kepada Adipatih Kandandoho, maka kemudian
Patih Reksonoto pun dipanggil dan diminta harus menyerahkan putranya Arya Kamandaka.
Perintah ini walaupan dengan hati yang sangat berat akhirnya dilaksanakan juga
oleh Patih Reksonoto. namun dengan siasat dari Patih Reksonoto, maka Arya
Kamandaka berhasil lari dan selamat dari pengejaran para prajurit Kadipaten
Pasir Luhur.
Arya
Kamandaka terjun kedalam sungai dan terus menyelam mengikuti arus air
sungai. Oleh Patih Reksonoto dan para prajurit kadipaten yang mengejar,
dilaporkan kepada Adipati Kanandoho bahwa Arya Kamandaka sudah mati didalam
sungai. Mendengar berita ini Adipatih Kanandoho merasa lega dan puas. Dewi
Ciptoroso ketika mendengar berita ini sangatlah sedih mengetahui pria yang
dicintainya telah tiada.
Sepanjang
malam pengejaran itu Arya Kamandaka terus menyelam mengikuti arus sungai hingga
bertemu dengan seorang yang bernama rekajaya yang sedang memancing di Sungai.
Arya Kamandaka dan Rekajaya kemudian menjadi teman baik dan menetap di Desa
Panagih. selama di Desa ini Arya Kamandaka kembali diangkat anak oleh Mbok
Kertosuro, seorang janda miskin yang hidup di Desa tersebut.
Arya
Kamandaka menjadi seorang penggemar Adu Ayam. Mbok Kertosuro mempunyai
seekor Ayam Jago yang dia beri nama mercu. Dalam setiap penyabungan Ayam yang
diikuti oleh Arya Kamandaka, Ia selalu menang. Nama Arya Kamandaka menjadi
sangat terkenal dikalangan pebotoh Ayam. Hal ini akhirnya sampai juga ke
telinga Adipatih Kanandoho, mengetahui kalau Arya Kamandaka belum mati
membuatnya sangat marah dan murka. Adipatih Kanandoho kemudian memerintahkan
prajuritnya untuk menangkap Arya Kamandaka baik hidup atau mati.
Pada
saat itu datanglah seorang pemuda tampan yang mengaku dirinya bernama
Silihwarni, Silihwarni berkeinginan mengabdikan diri kepada Adipati Pasir
Luhur. Permohonannya di terima oleh sang sdipati dengan syarat Ia hanya akan
diterima apabila berhasil membunuh Arya Kamandaka. Untuk membuktikan kalau Arya
Kamandaka telah berhasil dibunuh maka Ia harus membawa darah dan hati Arya
Kamandaka.
Silihwarni
ternyata hanyalah sebuah nama samaran, Silihwarni bukan lain adalah Banyak
Ngampar putra Prabu Siliwangi yang adalah adik kandung dari Banyak Cotro atau
Arya Kamandaka. Silihwarni oleh Ayahnya ditugaskan untuk mencari Banyak Cotro
saudara kandungnya sudah lama pergi dan belum kembali, Ia dibekali oleh ayahnya
dengan pusaka keris Kujang Pamungkas sebagai senjatanya dan dalam menyamar Ia
memakai nama Silihwarni dan berpakaian seperti rakyat biasa. Karena Silihwarni
mendengar kabar bahwa kakaknya berada di wilayah Kadipaten Pasir Luhur, maka Ia
pun pergi kesana. Setelah Silihwarni menerima perintah dari adipatih, pergilah
Ia dengan diikuti beberapa orang prajurit Kadipaten dan Anjing pelacak menuju
ke Desa Karang Luas, tempat arena penyabungan Ayam.
Ditempat
inilah kedua kakak beradik ini bertemu, namun keduanya sama - sama sudah tidak
saling mengenal lagi, karena Silihwarni yang menyamar menggunakan pakaian
rakyat biasa sedangkan Arya Kamandaka memakai pakaian sebagai pebotoh Ayam.
Terjadilah pertarungan sengit antara Arya Kamandaka dan Silihwarni, tanpa
disadari oleh Raden Kamandaka tiba-tiba Silihwarni menikam pinggang Raden
Kamandaka dengan Keris Kujang Pamungkasnya. Luka goresan keris itu menyebabkan
darah mengalir dengan derasnya. Namun lagi - lagi Arya Kamandaka dapat
meloloskan diri dari bahaya, tempat itu pun kemudian diberi nama Desa Brobosan,
yang berarti ia dapat lolos dari bahaya.
Ketika
luka Arya Kamandaka semakin mengeluarkan darah, Iapun memutuskan untuk
beristirahat sebentar disuatu tempat, maka tempat itu dinamakan bancaran.
Larinya Arya Kamandaka terus dikejar oleh Silihwarni dan prajurit kadipaten.
Sampai suatu tempat Arya Kamandaka berhasil menangkap Anjing pelacaknya dan
kemudian tempat itu di beri nama Desa Karang Anjing. Arya Kamandaka terus
berlari kearah timur dan sampailah Arya Kamandaka pada sebuah jalan buntu dan
tempat ini Ia beri nama Desa Buntu. Akhirnya Arya Kamandaka sampai disebuah
goa. Didalam goa Ini Arya Kamandaka beristirahat dan bersembunyi dari Kejaran
Silihwarni. Silihwarni yang terus mengejar akhirnya kehilangan jejak sampai di
goa tempat Arya Kamandaka beristirahat, kemudian Silihwarni berseru
menantang Arya Kamandaka. Mendengar tantangan Silihwarni, Arya Kamandaka pun
menjawab dan Ia mengatakan identitasnya yang sebenarnya, bahwa Ia adalah putra
dari Kerajaan Pajajaran namanya Banyak Cotro. Silihwarnipun mengatakan identitasnya
bahwa Ia juga adalah putra dari Kerajaan Pajajaran, bernama banyak ngampar.
demikian kata-kata Ayang pengakuan antara Raden Kamandaka dan Silihwarni bahwa
mereka adalah putra Pajajaran. Kemudian mereka berdua berpelukan dan saling
memaafkan, goa itu akhirnya diberi nama GOA JATIJAJAR.
Namun
karena Silihwarni harus pulang dan membawa bukti hati dan darah Arya Kamandaka,
maka dibunuhnyalah Anjing pelacak kemudian dipotong diambil darah dan hatinya,
sebagai bukti bagi Adipati Kanandoho kalau itu adalah hati dan darah Arya
Kamandaka yang berhasil dibunuhnya. Arya Kamandaka kemudian bertapa di dalam
Goa Jatijajar dan mendapat petunjuk bahwa niatnya untuk mempersunting Dewi
Ciptoroso akan tercapai kalau Ia sudah mendapat pakaian lutung dan Arya Kamandaka
disuruh supaya mendekat ke Kadipaten Pasir Luhur dan menetap di hutan Batur
Agung, sebuah hutan sebelah barat daya dari Batu Raden.
Kegemaran
dari adipatih Kadipaten Pasir Luhur adalah berburu. Pada suatu hari adipatih
dan semua keluarganya pergi berburu, tiba-tiba bertemulah rombongan pemburu itu
dengan seekor Lutung yang sangat besar dan jinak. Akhirnya di tangkaplah Lutung
tersebut hidup-hidup. Sewaktu Lutung itu akan dibawa pulang, tiba-tiba
datanglah Rekajaya dan mengaku bahwa Lutung itu adalah Lutung peliharaannya,
dan mengatakan bersedia membantu merawatnya jika Lutung itu akan dipelihara di
Kadipaten Pasir Luhur. Dan permohonan Rekajaya itu pun dikabulkan oleh sang
adipati.
Setelah
sampai di Kadipaten Pasir Luhur, para putri saling berebut ingin memelihara
Lutung tersebut. Selama itupula Lutung tersebut tidak mau dikasih makan oleh
siapapun juga. Akhirnya oleh Adipati Pasir Luhur, Lutung tersebut
disayembarakan. Isi sayembara itu adalah barangsiapa dari para puterinya yang
dapat memberi makan sang Lutung, maka dialah yang berhak memelihara Lutung
tersebut. Dalam sayembara itu ternyata makanan yang diterima oleh Lutung
tersebut hanyalah makanan yang diberikan oleh Dewi Ciptoroso. Maka Lutung
Kasarung itupun menjadi peliharaan Dewi Ciptoroso. Pada malam hari Lutung
Kasarung alias Arya Kamandaka tersebut berubah wujud aslinya menjadi Arya
Kamandaka. Sehingga hanya Dewi Ciptoroso yang tahu tentang hal tersebut. Pada
siang hari Ia berubah lagi kembali menjadi Lutung Kasarung. Maka keadaan Dewi
Ciptoroso kini menjadi sangat gembira dan bahagia, yang selalu ditemani Lutung
Kasarung alias Arya Kamandaka yang dicintainya.
Pada
suatu hari ada seorang penguasa dari Nusa Kambangan bernama Prabu Pule Bahas
menyuruh patihnya untuk meminang Dewi Ciptoroso dan mengancam apabila
pinangannya pada Dewi Ciptoroso ditolak, maka Ia akan menghancurkan Kadipaten
Pasir Luhur. Atas permintaan dari Lutung Kasarung, maka pinangan Raja Pule
Bahas agar supaya diterima saja. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh Raja Pule Bahas agar pinangannya itu diterima oleh Dewi Ciptoroso. Salah
satunya ialah dalam pertemuan para calon pengantin nanti, maka Lutung Kasarung
harus turut mendampingi Dewi Ciporoso. Pada waktu pertemuan para calon
pengantin berlangsung, Raja Pule Bahas selalu diganggu oleh Lutung Kasarung
yang mendampingi Dewi Ciptoroso. Hal ini menyebabkan Raja Pule Bahas marah dan
memukul Lutung Kasarung yang memang telah siap bertarung melawan Raja Pule
Bahas.
Pertarungan
yang terjadi antara Raja Pule Bahas melawan Lutung Kasarung terjadi sangat
seru. Namun karena kesaktian Lutung Kasarung, akhirnya Raja Pule Bahas gugur
setelah dicekik dan digigit oleh Lutung Kasarung. Ketika Raja Pule Bahas telah
gugur, Lutung Kasarung pun kemudian menjelma menjadi Arya Kamandaka dan langsung
mengenakan pakaian kebesaran kerajaan pajajaran dan mengatakan bahwa namanya
yang sebenarnya adalah Raden Banyak Cotro. Kini Adipatih Pasir Luhur pun
mengetahui kalau Arya Kamandaka adalah Raden Banyak Cotro dan adalah Lutung
Kasarung putra mahkota dari Kerajaan Pajajaran, akhirnya Ia dikawinkan dengan
Dewi Ciptoroso.
Karena
Raden Kamandaka sudah cacat terkena Keris Kujang Pamungkas sewaktu bertarung
melawan adiknya yang menyamar sebagai Silihwarni, maka dia tidak dapat lagi
menggantikan ayahandanya menjadi Raja di Pajajaran. Karena tradisi Kerajaan
Pajajaran, bahwa setiap putra mahkota yang akan menggantikan posisi raja tidak
boleh cacat terkena pusaka Kujang Pamungkas. Sehingga setelah Ia dinikahkan
dengan Dewi Ciptoroso, Arya Kamandaka menjadi Adipatih di Pasir Luhur
menggantikan mertuanya. Sedangkan yang menjadi Raja di Pajajaran adalah Banyak
Blabur adiknya.
Itulah
kisah Lutung Kasarung, yang sebenarnya cerita tersebut terjadi di wilayah Jawa
Tengah tepatnya di Banyumas, karena Kerajaan Pasir Luhur berada di sekitar
wilayah Purwokerto. Kebetulan Goa Jatijajar ada dalam cerita tersebut. Pada
waktu itu Wilayah Gombong sampai dengan Sungai LukUlo menjadi kekuasaan
Kerajaan Pajajaran, sedang sebelah timur Sungai LukUlo termasuk kota Kebumen
menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Asal
crita Lutung Kasarung tidak jadi soal, yang penting sudahkah Anda singgah di
Goa Jaijajar. Anda akan di suguhi panorama alam yang luar biasa dengan di
bumbuhi Biorama cerita Arya Kamandoko. Untuk fasilitas tempat jangan kuatir
Pemda Kebumen sudah menatanya dengan rapi demi kenyamanan kedatangan Anda
semua.klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar